Diposkan pada Pendidikan

Ada Guru Bertanya pada Muridnya [#19]: Lelaki yang Menghormati Perasaan Lelaki Saingannya

Selepas jam pelajaran sambil menunggu waktu adzan ashar, anak laki-laki itu menghampiri meja saya sambil tersenyum malu-malu. Tanpa aba-aba dia langsung memberi kabar mengejutkan kepada saya.

“Saya sepertinya sudah mulai menyukai lawan jenis, Pak.”

Antara terkejut dan gemas, saya menerka siapa perempuan yang dia sukai. Dia menyangkal nama itu karena nama tersebut sering memblokir pesannya dan lebih menyukai teman dekatnya dibanding dia. 

“Teman sekelas?” tanya saya menelisik lebih jauh setelah terkaan pertama salah.

Dia mengangguk. Karena hanya ada 6 perempuan di kelas saya, sementara nama satu anak telah dia sangkal tadi, berarti tinggal 5 nama tersisa. Sambil mengulur waktu menerka, saya mengajukan pertanyaan padanya.

“Bagaimana cara agar kamu bisa mengendalikan perasaanmu supaya tidak melanggar peraturan di sini?”

 “Ya dengan cara menjadi perantara Mas [kakak kelas yang menyukai perempuan di kelas kami].”

Nah, sebelum saya menerka, ternyata dia menyebutkan nama seorang kakak kelas yang menyukai anak perempuan di kelas saya. Jadilah saya tahu nama perempuan yang disukai anak itu. 

“Apa yang membuat kamu suka sama dia?” Saya lanjut bertanya.

“Ya karena dia cantik. Selain itu, dia tidak seperti perempuan lainnya. Saya kira semua perempuan sama. Suka membawa dampak negatif. Tapi ternyata dia tidak.”

Menarik, batin saya. Di usianya yang sekecil itu dia sudah menyadari dampak buruk dari menyukai lawan jenis. Selain karena faktor yang diakuinya sendiri bahwa dirinya tidak disukai perempuan karena tidak ganteng, faktor “membawa dampak buruk” mungkin menjadi pertimbangannya untuk tidak menyukai lawan jenis. Tapi semua itu berubah karena seorang perempuan.

Bukan hanya seorang, tapi ternyata dua! 

Karena tidak lama kemudian dia mengakui ada anak perempuan di kelas sebelah yang juga dia taksir. 

“Sebenarnya saya juga suka [nama anak perempuan kelas sebelah]. Tapi kan [nama anak laki-laki kelas sebelah yang sekelas dengan perempuan tersebut] juga suka sama dia. Jadi saya tidak mau menyakiti perasaan [nama anak laki-laki kelas sebelah yang sekelas dengan perempuan tersebut].”

Ah, anak ini. Rupa-rupanya dia memang sudah sangat dewasa. Di usianya yang sekecil itu, yang lazimnya masih menganggap urusan cinta mencintai sebagai sebuah permainan belaka, rupanya dia sudah memikirkan itu secara mendalam. Bagi saya, tidak mau menyakiti perasaan laki-laki lain yang menyukai perempuan yang sama dengannya adalah pencapaian tertinggi rasa cinta seorang laki-laki terhadap perempuan. 

Karena waktu adzan ashar sudah tiba, saya memberikan arahan singkat padanya. “Ingat, kamu boleh suka sama perempuan. Tapi karena di sini ada aturan, jangan sampai kamu melanggar peraturan.”

Dia mengangguk mantap. “Iya, Pak. Saya sama dia [anak perempuan sekelas yang dia sukai] hanya sebatas saling support dan saling memberi semangat.”

Ya, begitulah indahnya kisah cinta anak remaja.