Diposkan pada Pendidikan

Nuansa Hidup Nuansa Bintang: Cara Sederhana Memupuk Kemampuan Observasi

Siapa sangka anak berusia 6 tahun memiliki kemampuan observasi yang mumpuni. Kemampuan yang menjadikan Sherlock dan Poirot detektif hebat ini ternyata sudah muncul benihnya pada anak-anak. Itulah yang saya temukan pada anak saya beberapa hari yang lalu.

Mengamati yang Tidak Teramati

Karena demam yang lumayan tinggi, selama dua hari Bintang tidak masuk sekolah. Untunglah kegiatan di sekolah pasca selesainya penilaian akhir semester tidak menuntut kehadiran. Sehingga istirahat 2 hari di rumah menjadi lebih leluasa.

Kegiatan yang dilewatkan Bintang selama 2 hari sakit itu adalah lomba antar kelas di hari pertama dan kegiatan gelar karya P5 di hari kedua. Gelar karya P5 (Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila) merupakan wadah bagi sekolah untuk mengapresiasi karya murid dalam melaksanakan P5. Kegiatan ini merupakan salah satu ciri khas dari Kurikulum Merdeka.

Pada malam setelah lomba antar kelas dilaksanakan, saya menunjukkan video teman-teman sekelas Bintang sedang berjuang dalam salah satu permainan. Berdasarkan info guru kelas, saya sampaikan bahwa tim perempuan kelas Bintang maju ke final sedangkan tim laki-laki kalah di game pertama.

Awalnya, niat saya memperlihatkan video itu adalah untuk membahas perasaan Bintang yang tidak berpartisipasi dalam keseruan lomba. Tetapi diskusi menjadi melebar ketika dia tiba-tiba berkomentar: “Yang cowok-cowok pada buru-buru, yang cewek-cewek sabar.”

Komentar ini muncul setelah dia menyaksikan bagaimana teman laki-laki sekelasnya tergesa-gesa ingin segera sampai ke garis finish tapi malah melakukan kesalahan. Akibat kesalahan tersebut mereka harus mengulang permainan dari garis start. Sementara itu teman-teman perempuan sekelasnya lebih bersabar dalam melakukan permainan. Mereka tidak buru-buru. Hasilnya: mereka berhasil sampai ke garis finish tanpa mengulang permainan.

Saya terkejut dengan komentar Bintang. Dia mengamati sesuatu yang bahkan luput dari pengamatan saya. Lantas, dari mana kemampuan itu berasal?

You See, But Not Observe

Kejadian ini mengingatkan saya pada salah satu dialog antara Sherlock Holmes dengan John Watson. Pada serial Sherlock season 2 episode 1, Sherlock menegur Watson yang tidak menyadari bahwa ada anggota keluarga kerajaan yang merokok. Watson heran mengapa Sherlock bisa tahu. Lalu dia memberikan jawaban berupa sebuah asbak yang diselundupkan dari salah satu ruang Buckingham Palace seraya mengatakan kepada Watson: “you see, but not observe.”

Observasi atau pengamatan berbeda dengan penglihatan. Melihat sesuatu hanya sebatas pada masuknya bayangan benda pada lensa mata, sinyal dikirim ke otak, kemudian otak mengetahui keberadaan objek tersebut. Sedangkan mengamati melibatkan proses aktif otak dalam memproses objek tersebut yang dilanjutkan dengan pengambilan keputusan terhadapnya.

Saya dan anak saya melihat video yang sama. Sementara saya hanya melihat, anak saya mengamati. Dia mengolah informasi dari video yang dilihatnya menjadi sebuah keputusan. Keputusan tersebut diejawantahkan dalam bentuk pernyataan: laki-laki tidak sabar, perempuan lebih sabar.

Kejadian ini membawa saya pada renungan betapa anak-anak sebenarnya adalah pengamat yang sangat hebat. Mereka mampu menemukan banyak sisi dari sesuatu yang mereka lihat sehari-hari. Sisi yang tidak terlihat oleh kebanyakan mata orang dewasa. Sehingga saya berkesimpulan, mengamati adalah kemampuan alamiah yang dimiliki anak-anak.

Dari Mana Kemampuan Itu Berasal?

Anggapan saya, karena ini adalah kemampuan alamiah, maka ia berasal dari naluri anak untuk memahami dunia di sekelilingnya. Sayangnya, seiring berjalannya waktu, naluri alamiah ini digantikan oleh hal lain. Sehingga peran orang tua dan orang dewasa di sekitar anak sangat vital untuk menjaga kemampuan mengobservasi ini tetap menyala.

Kami sebagai orang tua menjaganya dengan hal-hal sederhana. Misalnya, ketika Bintang mulai belajar warna lewat video youtube dan dia memperlihatkan video itu pada kami, kami cukup mengangguk sambil berkata, “oh, ya, itu warna merah”. Saat dia mulai mengenal angka dan berhitung 1-9 lewat video youtube, kami menggerakkan jari dan bertanya, “kalau ini berapa?” Saat dia mulai mengenal berbagai bentuk juga lewat video youtube, kami menunjuk bentuk lain dan bertanya, “yang ini bentuknya apa?”

Banyak praktik lain yang bisa dilakukan orang tua di rumah. Praktik sederhana, gampang, tanpa memerlukan keahlian khusus. Hanya membutuhkan sedikit perhatian dan satu pertanyaan sederhana. Jika dilakukan secara rutin dan berulang-ulang, saya yakin jiwa observer anak akan tetap terasah.

Penulis:

Mendidik adalah Mewariskan

Tinggalkan komentar