Diposkan pada Pendidikan

Program Pemadatan: Antara Mengejar dan Dikejar Materi Pelajaran

Jika menyangkut benar dan salah, tentu tidak bisa serta merta dikatakan sebuah strategi dikatakan benar dan strategi lainnya dikatakan salah. Ada subjektivitas, ada relativitas: bahwa terkadang hidup adalah tentang pilihan dan pilihan selalu merupakan aksi seorang subyek yang sadar; dan karena pilihan adalah aksi seorang subyek, maka berlaku prinsip relativitas di mana subyek pertama selalu berkemungkinan berbeda dengan subyek lainnya. Roberto Mancini menurunkan 13 strating line up yang berbeda dalam 13 pertandingan yang dijalani Inter Milan di Serie A Italia, dan meskipun dikritik karena bermain pragmatis, toh Inter Milan menduduki peringkat pertama di klasemen sementara. Bagi mereka yang mengagungkan permainan sepakbola menyerang, strategi Mancini dinilai salah; bagi Mancini sendiri, strategi harus terus berubah sesuai dengan lawan yang dihadapinya: jika strategi yang digunakan melawan Fiorentina kembali dia gunakan saat menghadapi AS Roma, besar kemungkinan tim nya akan kalah tiga gol tanpa balas.

Benar-salah, dengan demikian, bisa sangat pragmatis.

Atas dasar itulah, ketika sebuah institusi pendidikan menyelenggarakan program pendidikan yang tidak sama dengan institusi lain pada umumnya, tidak bisa serta merta dikatakan salah. Hal sebaliknya pun berlaku: tidak bisa serta merta dikatanakan paling benar. Selalu ada subyektivitas, selalu ada relativitas. Dan karenanya, benar-salah bukanlah wilayah yang layak untuk dikaji dalam konteks ini.

Wilayah yang layak dikaji adalah wilayah evaluasi: apakah program tersebut berkontribusi terhadap tujuan pendidikan; jika berkontribusi, sejauh mana kontribusinya; jika tidak, perlukah program tersebut dikaji ulang dan diganti dengan program lain yang lebih menjanjikan.

Titik tekannya bukanlah benar-salah, tapi kontribusi. Pragmatis, memang; tetapi itulah kenyataan yang harus dihadapi oleh institusi pendidikan saat ini. Sebuah institusi yang menawarkan program pendidikan unggulan kepada para orang tua siswa sudah sepantasnya mempertanggungjawabkan program-program mereka. Pertanggungjawaban itu antara lain diwujudkan dalam realisasi tujuan program pendidikan dan evaluasi berkelanjutan terkait sejauh mana program-program tersebut berkontribusi terhadap perkembangan siswa.

Andaipun sebuah institusi pendidikan menyelenggarakan program pendidikan unggulan yang membuatnya menjadi berbeda dari istitusi lain di sekitarnya, yang berujung pada perbedaan strategi dalam mencapai tujuan. Di institusi pendidikan pada umumnya, program pembelajaran berjalan secara normal di dalam kelas selama satu smester sampai diadakan evaluasi akhir smester. Di institusi pendidikan yang menyelenggarakan program khusus, pembelajarannya pun berlangsung secara khusus. Strategi yang diterapkan juga khusus: pada hari-hari biasa pembelajaran dilaksanakan untuk menunjang program khusus, sementara pembelajaran terkait kedinasan baru dilaksanakan beberapa waktu menjelang evaluasi akhir smester.

Dari situlah muncul istilah “program pemdatan”. Deskripsinya kurang lebih seperti ini: siswa diajarkan mata pelajaran-mata pelajaran yang akan diujikan oleh dinas selama satu bulan penuh menjelang ujian; konsekuensinya, materi pelajaran yang menurutu kurikulum seharusnya dilaksanakan selama satu smester, dalam program pemadatan ini harus dikuasai selama kurang lebih satu bulan. Siswa didorong untuk mengejar materi, sementara pada guru terlihat seperti dikejar-kejar materi.

Apakah strategi seperti ini salah karena membebani siswa di luar kapasitas kemampuannya?

Sekali lagi, titik tekannya bukan pada benar-salah melainkan pada kontribusi. Jika memang dengan strategi pemadatan para siswa mampu mencapai tujuan, maka sah-sah saja diadakan pemadatan. Jika ternyata siswa tidak mampu mencapai tujuan, maka evaluasi harus dilaksanakan sesegera mungkin. Evaluasi yang harus dikaji. Alih-alih ribut soal benar-salah, evaluasi bisa diarahkan untuk menghasilkan solusi strategi yang paling mungkin berkontribusi dalam hal pencapaian tujuan program pendidikan.

Penulis:

Mendidik adalah Mewariskan

Tinggalkan komentar